Di era globalisasi yang semakin pesat, interaksi antara berbagai budaya dan sistem kepercayaan menjadi semakin kompleks. Kearifan Lokal seringkali dipromosikan sebagai cara untuk memperkuat identitas budaya, namun ada kekhawatiran bahwa penguatan ini dapat mengancam akidah yang telah menjadi pondasi bagi banyak masyarakat. Tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana menggali kearifan lokal tanpa mengorbankan nilai-nilai agama yang telah ada.
Sambutan dari Tuanku Muhammad Zumadillah Narukaya Diradja Keradjaan Atjeh Darussalam Pada Acara Juguran Budaya 2024 Di Wisata Religi “Ki Ageng Wonosobo” Desa Plobangan Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo.
Salah satu contoh yang mencolok adalah praktik kearifan lokal di Indonesia, yang dikenal dengan istilah “kearifan budaya.”
Banyak komunitas mengintegrasikan keagamaan. Misalnya di Bali, Perayaan Hari Raya Galunngan menggabungkan unsur Hindu dengan berbagai tradisi lokal yang kaya. Namun, ada kalanya penggabungan ini justru menimbulkan kebingungan mengenai pemahaman aqidah yang sebenarnya. Dalam beberapa kasus, elemen-elemen lokal bisa mengarah pada desakralisasi ajaran agama, mengubahnya menjadi sekadar ritual tanpa makna spritual yang mendalam.
Faktanya, banyak generasi muda kini lebih memilih praktik keagamaan yang fleksibel, yang terkadang berpotensi merusak pemahaman akidah. Sekitar 30% generasi Milenial di Indonesia menganggap bahwa agama seharusnya beradaptasi dengan zaman. Ini menunjukkan adanya kecenderungan kecenderungan untuk menyesuaikan ajaran agama dengan nilai-nilai kearifan lokal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip fundamental aqidah.
Prinsip-prinsip fundamental akidah dalam Islam mencakup enam rukun iman yang menjadi dasar keyakinan setiap Muslim, yaitu iman kepada Allah, Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan qada qadar. Prinsip ini menegaskan ketauhidan, yaitu pengakuan akan keesaan Allah, serta pentingnya mengimani semua yang diturunkan-Nya sebagai petunjuk hidup. Selain itu, akidah juga menekankan hubungan yang erat antara iman dan amal, dimana keyakinan yang kuat harus tercermin dalam perilaku dan tindakan sehari-hari. Memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini sangat penting untuk menjaga kemurnian aqidah dan menghindari pengaruh yang dapat menyesatkan.
[Ratu Bagus Abi Munawwir Al Madani Karatuan Jayakarta.]
Dalam Al Quran, terdapat penegasan tentang pentingnya menjaga kemurnian akidah, seperti dalam Surah Al Baqarah ayat 221 yang mengingatkan agar umat Muslim tidak mencampurkan akidah dengan kekufuran. Ayat ini menunjukkan bahwa mencampuradukkan ajaran agama dengan praktik atau kepercayaan lain dapat mengarah pada kebingungan dalam pemahaman akidah. Mencampuradukkan aqidah dapat mengakibatkan kemusyrikan. Hal ini penting karena aqidah merupakan dasar keyakinan seorang Muslim yang harus dipelihara dan dijaga dari pengaruh-pengaruh eksternal yang dapat merusaknya.
Salah satu cara untuk mengatasi tantangan ini adalah dengan melakukan dialog antara tokoh agama dan pemuka masyarakat. Dalam banyak kasus, pemahaman yang lebih dalam tentang nilai-nilai agama dapat membantu mencegah pendangkalan aqidah. Sebagai contoh, di Yogyakarta, para ulama aktif terlibat dalam diskusi publik tentang bagaimana menjaga keseimbangan antara tradisi lokal dan ajaran agama. Kegiatan ini tidak hanya memperkuat pemahaman akidah, tetapi juga mendorong masyarakat untuk menghargai kearifan lokal tanpa mengorbankan keyakinan mereka. Ungkapnya, dari Dr.Nikmah Nurbaeti, Spd, Mpd, B.I,selaku Kepala Cabang IX Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah mewakili PJ Gubernur dalam sambutannya.
Khaerul Umam selaku Presiden WCCN, pelaksana Kegiatan “Juguran Budaya 2024” , mengatakan : Penting juga untuk mengedukasi generasi muda tentang aqidah yang benar. Dibeberapa daerah, organisasi pemuda telah mulai melaksanakan program yang mengajarkan nilai-nilai agama dengan cara yang menarik dan relevan bagi anak-anak muda. Misalnya, beberapa pesantren modern di Indonesia telah mengembangkan kurikulum yang menggabungkan pembelajaran agama dengan pengenalan terhadap budaya lokal, sehingga anak-anak muda tidak merasa terasing dari kedua aspek ini.
Namun, menurut Ruswanto Selaku Kades Plobangan Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo, tantangan terbesar tetap pada penerimaan masyarakat. Ada kalanya upaya untuk mengedukasi dan mendialogkan isu ini tentang oleh pihak-pihak yang merasa bahwa kearifan lokal harus diutamakan diatas aqidah. Disinilah pentingnya pendekatan yang sensitif dan inklusif. Tokoh masyarakat harus menjadi jembatan antara kearifan lokal dan ajaran agama, menjelaskan bahwa keduanya tidak saling bertentangan, tetapi saling melengkapi.
Oleh karena itu, menggali kearifan lokal tidak harus mengorbankan akidah. Dengan adanya dialog terbuka, edukasi yang tepat, dan pemahaman yang mendalam, masyarakat dapat menemukan cara untuk menghargai warisan budaya mereka sekigus menjaga kemurnian ajaran agama. Dalam menghadapi tantangan zaman modern ini, diperlukan kesadaran kolektif untuk melestarikan nilai-nilai yang telah ada, agar generasi mendatang dapat mewarisi akidah yang kuat dan budaya yang kaya, tegasnya.
Hadir pula
DiRadja-Keradjaan Atjeh Darussalam (2)
Karatuan Jayakarta (4)
Dzuriyah Padjajaran (4)
Di meriahkan dengan sajian Pentas Seni Budaya Nusantara diantaranya dari :
– Hadir Pediri Merayakan Indonesia/Networking Acros Border, Ibu Yana Arsyadi
– Mr, Chef Hafizzul, Malaysia
– Miss Quynh, Chef, Vietnam
– Pucuk Pakis Ensemble Pontianak
– Ligat Belitung Production
– Sanggar Pelita Budaya, Belitung
– Gaharu Siak, Riau
– Sanggar Seni Kusuma, Jakarta Timur
– SSK Kabupaten Bekasi
– Warok Kreasi SB, Wonosobo
– Likurasi Atambua, NTT
– Sarvati, Riau
– Wanka Production, Bangka Belitung
– Warset Esenmble, Bantul
– Sengkala Dev, Banten
– Setana Jering MTKAM, Bangka Belitung
– Lembaga Pemangku Adat, Jayakarta
– Pasukan Adat Nusantara Indonesia, Pontianak
– Sanggar KAMULYAN Sinduredja, Jatilawang Kabupaten Banyumas
– Ikatan Paranormal Nusantara Bersatu
– Pasukan Adat Nusantara DPD Jawa Tengah
– SDN Plobangan
– SMP N 1 Plobangan
– UMKM Wonosobo
– BUMDes Wonosobo
– Gazebo Mandala
– UMKM Center
Pewarta/ Juru Nulis :
Suho, Divisi Pegiat Desa Komite Ekonomi Kreatif Jateng